Rabu, 02 November 2011

Gelas yang kosong

“Walaupun orang mau ngomong apa gue ga peduli, walaupun orang mau nilai apa tentang gue, gue ga peduli, ini hidup gue bukan orang lain, cuma gue aja yang tahu baiknya gimana, orang lain ga bisa ngatur”
Oleh Banyak orang
Setiap individu manusia pernah berpikir seperti ini, ada dimana manusia begitu egois terhadap pemikirannya, mereka berpikir dan bertindak yang menurut mereka benar. Satu yang harus diingat tindakan ini secara hak asasi adalah benar adanya. Kita manusia mempunyai keluasan sebebas-bebasnya atas apa, jalan mana yang akan kita pilih untuk kehidupan kita. Tindakan baik ataupun buruk, sebenarnya dalam ranah hak asasi, tidak ada tindakan yang baik dan buruk. Penilaian kita terhadap hal ini berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku.
Banyak individu akan merasa tersinggung apabila sikap mereka dikritik oleh orang lain, mereka merasa bahwa tindakannya benar dan yang lain salah. Sikap seperti inilah yang akan menjadi penghambat kita untuk terus maju dan berkembang. Sementara orang disekitar berlari menggapai suksesnya, kita hanya berlari di tempat atau bahkan hanya diam tak bergerak.
Apa yang membedakan orang yang berlari dan orang yang diam ditempat? Apa yg membedakan orang yang sukses dan yang tidak/biasa saja?
Teman penulis bilang ” Before you have one million dollar in real life, you had to have one million dollar in here/’mind’ (finger pointed to the head)”
Setelah mendengar kata-kata ini, penulis seketika tersentak dan tersadar, bahwa hal yang kita cari-cari dalam hidup ini, baik itu kesuksesan, kebahagian, taraf hidup yang tinggi, sebelum kita bisa mencapai itu semua, kita harus menumbuhkannya didalam pikiran kita sendiri. Semuanya bermula di dalam pikiran kita. Ini yang di sebut ‘power of mind’, atau orang banyak menyebutnya visualisation dan banyak lainnya. Apa yang kita inginkan di dunia nyata harus ada dan tervisualisasi di dalam pikiran kita baik di sengaja ataupun tidak sengaja, langsung ataupun tidak langsung. Semua berawal dari dalam pikiran kita sendiri. Jika kita menginginkan hal-hal yang baik, kita akan menarik hal-hal yang baik pula dan sebaliknya.
Pikiran manusia begitu kompleks dan rumit, di satu titik kita merasa begitu pintar dan tahu segalanya, di satu titik kita merasa bodoh dan tidak tahu apa-apa. Biasanya kita mengalami dua hal ini di dalam kondisi tertentu. Saat kita bertemu orang lebih junior/lebih payah dari kita, kita akan merasa paling tahu, pintar dan cenderung mengabaikannya,dan  menganggap remeh omongannya. Sebaliknya jika kita bertemu orang yang hebat kita merasa tidak tahu, bahkan bodoh, merasa kalah dan serta merta meresap semua ilmunya dan mendengarkan dengan seksama atau kita hanya mengabaikannya dan menganggap dia sok tahu.
Coba kita berpikir tanpa kotak (without box), kita berpikir tanpa batas: ada berapa orang yang hebat dan berilmu yang kita ketahui ataupun tidak yang sudah bertemu dengan kita, baik muda atau tua, junior atau senior, payah ataupun hebat.
Apakah kita mendengarkan mereka? Sudahkah kita menyerap ilmu dan pengetahuan yang mereka sharing ke kita? Atau kita hanya mengabaikannya saja karena merasa kita sudah lebih pintar?
Dengan bersikap mengabaikan dan merasa lebih pintar, kita sebenarnya membuang kesempatan kita untuk terus maju(berlari) dan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat dan hanya berdiam ditempat. Bayangkan apabila kita memperhatikan mereka dengan seksama, serap ilmunya, apa kira-kira yang akan terjadi? Tentunya ilmu dan pengetahuan kita akan bertambah. Apapun ilmunya, seberapa penting ilmunya pasti akan berguna untuk kita suatu saat nanti disuatu waktu di masa depan.
Untuk bersikap mendengarkan/memperhatikan seperti ini tidaklah mudah. Ada banyak kesabaran, harga diri, emosi, dan kerendahan hati yang dipertaruhkan, kita harus membuang jauh rasa egoisme. Tapi jika kita bisa menguasai ini semua niscaya apa yang akan kita dapat akan jauh dan jauh lebih besar. Pepatah bilang” mati 1 tumbuh seribu”, mati satu ke egoisan kita tumbuh ribuan pengetahuan baru.
Untuk memulainya, cobalah untuk menset diri dan pikiran kita sebagai orang yang bodoh, fresh dan tidak tahu apa-apa setiap bertemu orang baru. Walaupun berat cobalah untuk menjadi good listener untuk mereka, hanya mendengar dan jangan menganalisa, karena menganalisa secara tidak langsung meransang otak kita untuk berpikir yang berbeda, dan berpikir berbeda berarti kita tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Saat menjadi good listener cobalah untuk bertanya simple,”oh gitu ya, kalo yang ini bagaimana?”, dengan ini kita bisa menggali lebih dalam apa yang mereka ketahui yang akan mereka bagikan ke kita.
Sungguh sekali lagi hal ini tidaklah mudah, apalagi jika berhadapan dengan orang yg menurut kita payah/lebih junior, sangat susah untuk memposisikan diri kita lebih bodoh dari mereka, karena kita merasa sudah lebih pintar. Tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya mereka punya, ilmu apa yang mereka miliki, alangkah baiknya jika kita mampu menyerap pengetahuan mereka. Ini seperti value YOT “Open Minded”, oleh karena yang menyebabkan kita berbeda pendapat karena kita berbeda perspektif/pandangan dengan orang lain dan alangkah baiknya jika kita bersikap ‘Open Minded’, untuk dapat memahami pendapat orang. Tapi ini tidak cukup, kita harus mampu menjadi bodoh, fresh dan tidak tahu apa-apa untuk mendapat pengetahuan baru dari mereka, sikap ini disebut “Empty Cup”. Ilmu dimana kita harus mengosongkan pikiran kita untuk dapat menelan mentah-mentah (menerima) pengetahuan baru, tapi kita harus selalu menyaringnya, jika pengetahuan itu baik dan cocok harus diambil dan jika jelek dan ga cocok jangan diambil.
Sikap yang berlawanan dari “Empty Cup” adalah “Full Cup”. Sikap ini ditandai dengan segenap pikiran dan tubuh kita melakukan penolakan-penolakan terhadap pemikiran dan hal-hal baru yang masuk ke pikiran kita. Sikap dimana kita menolak semua hal-hal baru yang tidak sejalan dengan pemikiran dan cara berpikir kita, sikap ini di dasari karena kita merasa tahu dan pintar tentang suatu hal. Sikap yang menurut penulis harus dibuang jauh-jauh karena pada dasarnya kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari sikap “Full Cup” ini.
Sikap “Empty Cup” adalah sikap yang patut kita contoh dan laksanakan karena dapat membuat diri kita untuk terus maju. Logikanya begini, coba kita melihat ke atas, didunia ini ada berapa banyak orang hebat, yang mempunyai banyak pengalaman sukses dan berharga yang pelajarannya dapat kita ambil dan coba juga melihat kebawah, berapa banyak orang yang gagal/payah/biasa saja yang kisah pahitnya bisa kita ambil agar kita tidak merasakan hal yang sama dan sifat kesabaran yang mereka punya agar diri kita selalu sabar dalam menghadapi cobaan.
Penulis telah mendapat pengetahuan ini, pengetahuan yang begitu penting dan sangat berharga.  Pengatahuan yang akan terus penulis ingat, dan hal ini telah mengubah cara hidup dan pola berpikir penulis menjadi lebih maju. Jadi mengapa tidak di share?
Penulis masih terus belajar untuk konsisten bersikap Empty Cup, karena terkadang sikap egois dan merasa paling pintar kadang kembali.
Satu yang pasti pikiran kita tidak akan kehabisan memori untuk kita isi oleh pengetahuan-pengetahuan baru, oleh karena itu kenapa kita terus tidak mengisinya?
Mengapa membiarkan pengetahuan baru dan bermanfaat hanya lewat dari hadapan kita, padahal kita bisa mengambilnya?
Come on Lads! Menjadi Empty Cup tidak membuatmu bodoh dan ‘miskin’, sebaliknya empty cup membuat anda  cerdas dan ‘kaya’.
Budayakan sikap “Empty Cup”
sumber: www.billyboen.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar